Pertanyaan – Pertanyaan Anak tentang Tuhan yang Harus Anda Jawab dengan Benar sebagai Orang Tua
Anak kecil pada umur sekitar 3 – 5
tahunan, kalo menurut ibu saya yang seorang psikolog, biasanya suka
keluar pertanyaan-pertanyaan yang bisa dibilang ajaib dan spontan, tapi
polos ! Nah saking polosnya, terkadang orang tua
yang kelabakan mendengar pertanyaan anaknya, biasanya cari aman saja,
dengan menjawab seenaknya saja.
Weitssss
saat sebuah jawaban terlontar dari seorang ibu ataupun bapak, disitulah
mindset sang anak tertanam. Hati-hati kalau menjawab pertanyaan anak
kecil. Apalagi kalau pertanyaannya tentang Tuhan.
Saat
anak bertanya kepada orang tua tentang Tuhan ??? Menurut saya itu
adalah saat – saat yang sanagat genting! Kenapa menurut saya sangat
genting ? karena sekali salah atau melenceng sedikit jawaban orang tua,
maka pemhaman anak kecil tentang Tuhan akan salah selama dia belom
menerima tamparan kerasa bahwa yang dipahaminya salah.
Saya
belum pernah menjadi orang tua, jadi yang saya sarankan disini adalah
buat orang tua dalama mendidik anaknya. Tentu buat saya pribadi juga
saat menjadi orang tua nanti.
Pada
artikel kali ini saya akan membeberkan pertanyaan-pertanyaan polos
seorang anak kecil yang biasanya dia tanyakan kepada orang tuanya
tentang Tuhan. Diharapkan anda dapat meniru atau kalaupun ingin memodif
jawaban anda, tidak melenceng dari cara menjawab yang benar.
Semuanya saya copy paste dari artikel mas Muxlimo yang tepatnya pada link ini :
Karena
disertai contoh yang salah ( sehingga bisa menghindarinya ), masuk
akal, tidak membohongi, dan berlandaskan ayat Al-Quran dan Haditslah,
makanya saya sangat ingin mengcopas artikelnya.
Terimakasih mas Muxlimo. Ijin copas ya bro . Semoga Allah membalasnya
“Bu, Tuhan itu apa sih?”
Nak, Tuhan itu Yang Menciptakan segala-galanya. Langit, bumi, laut, sungai, batu, kucing, cicak, kodok, burung, semuanya, termasuk menciptakan nenek, kakek, ayah, ibu, juga kamu.
“Bu, bentuk Tuhan itu seperti apa?”
Bentuk Tuhan itu seperti anu ..ini..atau itu….
Karena jawaban seperti itu pasti salah dan menyesatkan!
Adek tahu ‘kan, bentuk sungai, batu, kucing, kambing,..semuanya.. nah, bentuk Tuhan itu tidak sama dengan apa pun yang pernah kamu lihat. Sebut saja bentuk apa pun, bentuk Tuhan itu tidak sama dengan apa yang akan kamu sebutkan.
Ucapkan dengan menatap mata anak sambil tersenyum manis
فَاطِرُ
ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضِۚ جَعَلَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٲجً۬ا
وَمِنَ ٱلۡأَنۡعَـٰمِ أَزۡوَٲجً۬اۖ يَذۡرَؤُكُمۡ فِيهِۚ لَيۡسَ
كَمِثۡلِهِۦ شَىۡءٌ۬ۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ (١١)
[Dia]
Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu
sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak
pasangan-pasangan [pula], dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan
jalan itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah
Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Q.S. Asy-Syura:11)
“Bu, Tuhan itu ada di mana?
Nak, Tuhan itu ada di atas..di langit..atau di surga atau di Arsy.
Jawaban
seperti ini menyesatkan logika anak karena di luar angkasa tidak ada
arah mata angin atas-bawah-kiri-kanan-depan-belakang. Lalu jika Tuhan
ada di langit, apakah di bumi Tuhan tidak ada? Jika dikatakan di
surga, berarti lebih besar surga daripada Tuhan…berarti prinsip Allahu Akbar itu bohong?
Baca juga artikel Ukuran Allahu Akbar.
ثُمَّ ٱسۡتَوَىٰ عَلَى ٱلۡعَرۡشِۚ
Dia bersemayam di atas ’Arsy. <– Ayat ini adalah ayat mutasyabihat, yaitu ayat yang wajib dibelokkan tafsirnya. Kalau dalam pelajaran bahasa Indonesia, kita mengenal makna denotatif dan konotatif, nah.. ayatmutasyabihat ini tergolong makna yang konotatif.
Nak, Tuhan itu ada di mana-mana
Dikhawatirkan anak akan otomatis berpikiran Tuhan itu banyak dan terbagi-bagi, seperti para freemason atau politeis Yunani Kuno.
Nak, Tuhan itu dekat dengan kita. Tuhan itu selalu ada di hati setiap orang yang saleh, termasuk di hati kamu, Sayang. Jadi, Tuhan selalu ada bersamamu di mana pun kamu berada
“Qalbun mukmin baitullah “, Hati seorang mukmin itu istana Allah.” (Hadist)
وَإِذَا
سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ
إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُواْ لِي وَلْيُؤْمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمْ
يَرْشُدُونَ
Dan apabila
hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah),
bahwasanya Aku adalah dekat.(Q.S. Al-Baqarah (2) : 186)
وَهُوَ مَعَكُمۡ أَيۡنَ مَا كُنتُمۡۚ
Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada.(Q.S. Al-Hadiid: 4)
وَلِلّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّواْ فَثَمَّ وَجْهُ اللّهِ
Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. (Q.S. Al-Baqarah (2) : 115)
Tuhan sering lho bicara sama kita..misalnya, kalau kamu teringat untuk bantu Ibu dan Ayah, tidak berantem sama kakak, adek atau teman, tidak malas belajar, tidak susah disuruh makan,..nah, itulah bisikan Tuhan untukmu, Sayang
وَٱللَّهُ يَهۡدِى مَن يَشَآءُ إِلَىٰ صِرَٲطٍ۬ مُّسۡتَقِيمٍ
Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus
. (Q.S. Al-Baqarah: 213)
“Bu, kenapa kita harus nyembah Tuhan?”
Karena kalau kamu tidak menyembah Tuhan, kamu akan dimasukkan ke neraka. Kalau kamu menyembah Tuhan, kamu akan dimasukkan ke surga
Jawaban
seperti ini akan membentuk paradigma (pola pikir) pamrih dalam
beribadah kepada Tuhan, bahkan menjadi benih syirik halus (khafi). Hal ini juga yang menyebabkan banyak orang menjadi ateis karena menurut akal mereka:
“Masak
sama Tuhan kayak dagang aja! Yang namanya Tuhan itu berarti butuh
penyembahan! Tuhan kayak anak kecil aja, kalau diturutin maunya, surga;
kalau gak diturutin, neraka!!“
Orang yang menyembah
surga, ia mendambakan kenikmatannya, bukan mengharap Penciptanya. Orang
yang menyembah neraka, ia takut kepada neraka, bukan takut kepada
Penciptanya. (Syaikh Abdul Qadir al-Jailani)
Nak, kita menyembah Tuhan sebagai wujud bersyukur karena Tuhan telah memberikan banyak kebaikan dan kemudahan buat kita. Contohnya, Adek sekarang bisa bernapas menghirup udara bebas, gratis lagi.. kalau mesti bayar, ‘kan Ayah sama Ibu gak akan bisa bayar. Di sungai banyak ikan yang bisa kita pancing untuk makan, atau untuk dijadikan ikan hias di akuarium.
Semua untuk kesenangan kita.
Kalau Adek gak nyembah Tuhan, Adek yang rugi, bukan Tuhan. Misalnya, kalau Adek gak nurut sama ibu-bapak guru di sekolah, Adek sendiri yang rugi, nilai Adek jadi jelek. Isi rapor jadi kebakaran semua. Ibu-bapak guru tetap saja guru, biar pun kamu dan teman-temanmu gak nurut sama ibu-bapak guru.
إِنَّ ٱللَّهَ لَغَنِىٌّ عَنِ ٱلۡعَـٰلَمِينَ
Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya [tidak memerlukan sesuatu] dari semesta alam.(Q.S. Al-Ankabut: 6)
Baca juga Mengapa Allah Menciptakan Makhluk?
Katakan juga pada anak kita:
“Adek mulai sekarang harus belajar cinta sama Tuhan, lebih daripada cinta sama Ayah-Ibu, ya?!”“Kenapa, Bu?”“Karena suatu hari Ayah sama Ibu bisa meninggal dunia, sedangkan Tuhan tidak pernah mati. Nah, kalau suatu hari Ayah atau Ibu meninggal, kamu tidak boleh merasa kesepian karena Tuhan selalu ada untuk kamu.”“Nanti, Tuhan juga akan mendatangkan orang-orang baik yang sayang sama Adek seperti sayangnya Ayah sama Ibu. Misalnya, Paman, Bibi, atau para tetangga yang baik hati, juga teman-temanmu.”“Dan mulai sekarang rajin-rajin belajar Iqra supaya nanti bisa mengaji Quran. Mengaji Quran artinya kita berbicara sama Tuhan. “
*
Kesalahan orang tua muslim masa kini adalah lebih sibuk mencarikan
les-les bahasa Inggris, matematika, atau piano. Mereka bangga anaknya
sudah bisa bahasa Inggris atau nilai matematikanya bagus. Mereka tidak
prihatin atau sedih kalau anak-anaknya belum mengenal huruf-huruf hijaiyyah..huruf-huruf yang mengantarkan anak-anak juga orang tuanya pada keridaan dan kasih sayang Tuhan di dunia dan di akhirat.
Hmm..kira-kira
demikian menurut pandangan saya. Mudah-mudahan Sobat sekalian sudi
memberi masukan karena tulisan ini dimaksudkan sebagai bahan diskusi,
bukan fatwa..ahahaha! Mungkin tata kalimat di tulisan ini terlalu
“berat” untuk diserap oleh anak atau ada pertanyaan anak yang belum
tercantum di sini.
Mari kita diskusikan bersama demi terbentuknya generasi tauhidi yang cerdas akal dan imannya.
Ini berpangkal pada hadis, “Awwaluddin makrifatullah” , ‘awal agama mengenal Allah’. Bukan mengenal shalat dulu.
Komentar
Posting Komentar